Tangguh Bersama Masyarakat
Kita sering mendengar istilah Sistem Peringatan Dini atau early warning systems, namun apa dan bagaimana peringatan dini atau EWS itu?
Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh adanya siklon seroja yang melanda Nusa Tenggara Timur. Dampak dari siklon tersebut cukup parah yaitu menyebabkan banjir bandang, longsor, lahar hujan yang mengakibatkan banyak korban luka, hilang dan meninggal. Sebenarnya apa sih siklon?
Siklon tropis atau disebut juga topan atau badai merupakan badai melingkar yang intens, berasal dari lautan tropis yang hangat dan ditandai dengan tekanan atmosfer rendah, angin kencang dan hujan lebat.
Siklon tropis menghasilkan angin yang melebihi 119 km per jam. Dalam kasus yang ekstrim, angin dapat melebihi 240 km per jam dan hembusan angin dapat melampaui 320 km per jam. Angin kencang ini menyertai hujan lebat dan fenomena yang dikenal sebagai gelombang badai, di mana ketinggian permukaan laut dapat mencapai 6 meter di atas permukaan normal. Kombinasi angin kencang dan air seperti itu membuat siklon menjadi bahaya serius bagi wilayah pesisir di area tropis dan subtropis di dunia, termasuk Indonesia.
Siklon tropis terbentuk oleh perpindahan uap air dan panas dari lautan hangat ke udara di atasnya, terutama melalui penguapan dari permukaan laut. Saat udara hangat dan lembab naik, itu mengembang dan mendingin, dengan cepat menjadi jenuh dan melepaskan panas laten melalui kondensasi uap air. Kolom udara di inti gangguan yang berkembang dihangatkan dan dibasahi oleh proses ini. Perbedaan suhu antara udara hangat yang naik dan lingkungan yang lebih dingin menyebabkan udara yang naik menjadi apung, yang selanjutnya meningkatkan pergerakannya ke atas.
Siklon tropis akan menghilang ketika tidak dapat lagi mengekstraksi energi yang cukup dari air laut yang hangat. Siklon tropis juga dapat menyebabkan kematiannya sendiri dengan mengaduk air laut yang lebih dalam dan lebih dingin.
Proses terbentuknya siklon Siklon tropis dapat terbentuk dengan persyaratan berikut ini:
Siklus tropis mempunyai daur hidup mulai dari proses pembentukannya hingga kepunahannya. Siklus hidup siklon tropis meliputi: tahap pembentukan, tahan belum matang, tahap matang, dan tahap pelemahan. Waktu rata-rata yang dibutuhkan sebuah siklon tropis dari mulai tumbuh hingga punah adalah sekitar 7 (tujuh) hari, namun demikian variasinya bisa mencapai 1 hingga 30 hari.
Lalu apa perbedaan antara Siklon, Tornado, Putting Beliung dan Water Spout?
Kriteria |
Siklon |
Tornado |
Puting Beliung |
Water Spout |
Daerah tumbuhnya |
Di laut, umumnya di atas lintang 10 derajat utara maupun selatan |
Di darat |
Di darat, merupakan tornado kecil, sebutan lokal di Indonesia |
Di darat namun di Kawasan parairan, misal danau atau waduk |
Ukuran diameter |
Ratusan kilometer |
Ratusan meter |
Ratusan meter |
Ratusan meter |
Lama hidupnya |
1-30 hari, rata-rata 3-8 hari |
3 menit hingga 1 jam |
Kurang dari 1 jam |
Kurang dari 1 jam |
Hurricane merupakan sebutan bagi siklon tropis di Samudra Pasifik Selatan, Samudra Pasifik Timur Laut dan Samudra Atlantik Utara yang mempunyai kecepatan angin maksimum lebih dari 64 knot (119 km/jam). Sedangkan typhoon atau topan adalah hurricane yang terjadi di Samudra Pasifik Barat Laut.
Musim Siklon di Sekitar Indonesia
Apakah indonesia dilalui oleh siklon tropis? Menurut klimatologinya, wilayah Indonesia yang terletak di sekitar garis katulistiwa termasuk wilayah yang tidak dilalui oleh lintasan siklon tropis. Namun demikian banyak juga siklon tropis yang terjadi di sekitar wilayah Indonesia, dan memberikan dampak tidak langsung pada kondisi cuaca di Indonesia. Contohnya siklon tropis Rosie (2008), siklon tropis Inigo, Siklon tropis Vamei (2001), Siklon Anggrek (2010), Siklon Bakung (2014), Siklon Cempaka (2017), Siklon Dahlia (2017) dan Siklon Seroja (2021).
Dengan menggunakan data tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia Tenggara dan tahun 1951 hingga 2006 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Pasifik Barat Laut, telah dilakukan perhitungan untuk mendapatkan gambaran kejadian siklon tropis di wilayah dekat Indonesia terutama di wilayah antara 90° hingga 150° BT dan 30° LS hingga 30° LU.
Siklon Tropis di Sebelah Selatan Indonesia
Untuk siklon-siklon tropis di wilayah dekat Indonesia dengan histori data selama 42 tahun diketahui bahwa di sebelah Selatan siklon tropis terbanyak terjadi pada bulan Februari yaitu 23% kejadian dalam sebulan. Disusul kemudian dengan bulan Maret (22%), Januari (21%), Desember (14%) dan April (11%).
Namun demikian pada bulan Juni, Juli, Agustus dan September diketahui merupakan bulan-bulan yang selama 42 tahun hampir tidak terdapat kejadian siklon tropis sama sekali.
Siklon tropis di sebelah utara Indonesia
Dengan data histori yang lebih panjang (56 tahun), diketahui bahwa wilayah dekat Indonesia sebelah Utara siklon tropis terbanyak terjadi pada bulan Agustus dimana 20% siklon tropis terjadi pada bulan ini. Disusul kemudian dengan bulan September (18%), Juli dan Oktober (15%).
Di bulan Agustus, dengan rata-rata kejadian sebanyak 5,2 kali siklon tropis per tahun, kondisi ekstrim maksimum pernah terjadi pada tahun 1960 (13 kali kejadian siklon tropis dalam sebulan) dan kondisi ekstrim minimum terjadi di tahun 1980 (hanya terjadi 2 kali kejadian siklon tropis dalam sebulan). Dan sebaliknya dengan jumlah kejadian terkecil 13 kali dalam 56 tahun, bulan Februari mengalami kejadian ekstrim maksimum pada tahun 1967 dan 1976 dengan 2 kali kejadian siklon tropis dan pada 45 tahun lainnya tidak mengalami siklon tropis sama sekali.
Dampak Siklon Tropis
Siklon tropis menimbilkan dampak yang sangat besar pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dampak ini bisa berupa angin kencang, hujan deras berjam-jam, bahkan berhari-hari yang dapat mengakibatkan banjir, gelombang tinggi dan gelombang badai (storm surge).
Salain itu ada juga dampak tidak langsung dari siklon tropis, meskipun siklon terjadi bukan di wilayah Indonesia, namun dampaknya juga menerpa Indonesia. Misalnya siklon tropis George (2007) di perairan Australia membentuk ekor siklon yang menambah intensitas hujan di Jawa Timur hingga NTT.
Pangan lokal (local foods) adalah pangan yang diproduksi, dipasarkan, dan dikonsumsi oleh masyarakat lokal atau masyarakat setempat yang sesuai potensi dan kearifan lokal. Pangan lokal menjadi salah satu alternative yang bisa digunakan ketika masa pandemi belum juga berakhir seperti sekarang dan belum bisa diperkirakan kapan berakhirnya secara akurat. Banyak ahli ekonomi yang memperkirakan dampaknya terhadap perekonomian nasional dapat berlangsung cukup lama, tidak selesai dalam satu atau dua tahun ke depan. Berdasarkan perkiraan situasi tersebut, pangan lokal memiliki potensi untuk turut mengatasi gangguan pada ketahanan pangan dan gizi masyarakat. Sejalan dengan program pemerintah untuk mulai membiasakan konsumsi pangan lokal nonberas menjadi salah satu solusi menghadapi ancaman pangan global terutama selama masa pandemi ini. Di Indonesia sendiri yang terkenal sebagai negara kepulauan dan terdiri dari sekitar 17.491 pulau selalu menjadikan pangan sebagai masalah yang sensitif baik dari sisi pemenuhan ketersediaan akses maupun pemanfaatan. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan fakta bahwa Indonesia menduduki posisi ketiga dalam keanekaragaman hayati karena terdapat 77 jenis sumber karbohidrat dan 26 jenis kacang-kacangan. Di sisi lain, masyarakat Indonesia sudah mengenal beberapa jenis pangan lokal penyedia kalori/energi selain beras seperti ubi kayu, ubi jalar, talas/keladi/yam, kentang, garut, ganyong, sukun, pisang, sagu, dan sorghum/hotong tetapi tidak dimaksimalkan penggunaannya cenderung dikesampingkan.
Melihat potensi dan letak beberapa wilayah dampingan Yayasan Sheep Indonesia (YSI) seperti Sabu Raijua dan Mentawai yang merupakan kepulauan dengan akses transportasi yang cukup sulit walau pendistribusian pangan tetap terjamin dari pusat sebenarnya memiliki beberapa pangan lokal yang masuk ke dalam kategori yang disebutkan oleh pemerintah Indonesia sebagai pangan lokal sumber karbohidrat seperti di Sabu yang memiliki pangan lokal seperti Jagung, Sorghum, Kacang hijau. Sedangkan di Mentawai memiliki pangan lokal seperti keladi, sagu, dan pisang. Pangan lokal tersebut tidak hanya sekedar pangan lokal saja tetapi beberapa memiliki keunggulan dari sisi kandungan gizinya seperti pisang yang kaya vitamin dan mineral, sagu dan keladi yang memiliki kandungan kalsium yang tinggi dan baik untuk dikonsumsi, serta sorghum yang memiliki kalori lebih rendah dibandingkan dengan beras biasa tetapi lebih kaya akan serat, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin B1 yang bermanfaat untuk pencernaan tubuh.
Table kandungan zat gizi berbagai pangan lokal sumber karbohidrat
No. |
Bahan Pangan |
Zat Gizi |
||||||
Energi (kkal) |
Protein (gr) |
Lemak (gr) |
Karbohidrat (gr) |
Kalsium (mg) |
Besi (mg) |
Fosfor (mg) |
||
1 |
Beras |
360 |
6.8 |
0.7 |
78.9 |
6.0 |
0.8 |
140 |
2 |
Sorghum |
332 |
11.0 |
3.3 |
73.0 |
28.0 |
4.4 |
287 |
3 |
Jagung |
361 |
8.7 |
4.5 |
72.4 |
9.0 |
4.6 |
380 |
4 |
Keladi/Talas |
120 |
1.5 |
0.3 |
28.2 |
31 |
0.7 |
67 |
5 |
Sagu |
355 |
0.6 |
1.1 |
85.6 |
91 |
2.2 |
167 |
6 |
Pisang |
99 |
1.2 |
0.2 |
25.8 |
8.0 |
0.5 |
28.0 |
Dari table kandungan zat gizi pangan lokal sumber karbohidrat ini dapat dilihat jika pangan lokal yang ada di beberapa wilayah dampingan YSI ternyata memiliki zat gizi yang tidak kalah baik dan bermanfaat dibandingkan dengan pangan beras yang sudah sejak lama kita konsumsi. Hal ini tentu bisa kita gunakan jika memang kedepannya sesuai prediksi banyak ahli ekonomi efek pandemi mengancam ketersediaan pangan beras di beberapa wilayah dampingan YSI maka dapat menggunakan pangan lokal non-beras sebagai sumber karbohidrat pengganti yang untuk pemenuhannya sekaligus bisa membuat keberagaman dan perbaikan kualitas sumber gizi masyarakat serta ketahanan pangan tingkat keluarga tetap terjaga.(ajeng)
Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana, baik gempa bumi, letusan gunung Merapi, banjir dan longsor. Oleh karena itu kita perlu update atau mengikuti informasi terbaru yang valid agar kejadian alam tersebut tidak menimbulkan bencana bagi kita. Salah satunya adalah dengan melakukan pemantauan terhadap sumber ancaman.
Saat ini sudah ada beberapa website atau aplikasi yang dapat memberikan informasi yang cepat dan valid atas sebuah kejadian alam, misalnya gempa bumi dan pemantauan aktivitas gunung berapi. Selain itu, kita juga dapat mengakses beberapa website/ laman yang menyajikan informasi tentang cuaca dan dampaknya. Apa saja sih aplikasi dan website itu? Mari kita bahas satu per satu.
Aplikasi ini tersedia di Google Playstore dan Apple App Store dan dapat diunduh secara gratis. Aplikasi ini dikembangkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Aplikasi berisi informasi tentang Cuaca, Gempa Bumi, Iklim, kualitas udara, cuaca penerbangan, dan cuaca kebakaran hutan dan lahan. Informasi yang disajikan cukup lengkap dan aktual juga valid karena memang berasal dari badan resmi negara yang bertanggung jawab dalam urusan meteorologi, klimatologi dan geofisika.
Aplikasi ini akan otomatis memberi notifikasi atau pemberitahuan jika terjadi gempa bumi di Indonesia. Selain dari aplikasi Info BMKG, kita dapat mengakses informasi terkait meteorologi, klimatologi dan geofisika pada website BMKG di www.bmkg.go.id.
BMKG Signature (BMKG - System for Multi Generations Weather Model Analysis and Impact Forecast) merupakan system informasi terbaru Prakiraan Cuaca Berbasis Dampak. Sistem ini dikembangkan oleh BMKG bersama BNPB. BMKGsignature" ini memiliki perbedaan dengan sistem informasi cuaca lainnya karena sistem ini sudah dilengkapi dengan informasi berbasis dampak untuk sektor kebencanaan. Sistem ini akan mengidentifikasi wilayah mana di Indonesia yang berpotensi terjadi banjir yang diakibatkan oleh hujan lebat, yang nantinya akan menampilkan peta sesuai dengan tingkat ancaman. Kita dapat mengakses informasi tersebut pada website http://signature.bmkg.go.id
3. Magma Indonesia
MAGMA Indonesia (Multiplatform Application for Geohazard Mitigation and Assessment in Indonesia) adalah aplikasi multiplatform (web & mobile) dalam jaringan berisikan informasi dan rekomendasi kebencanaan geologi terintegrasi (gunungapi, gempabumi, tsunami, dan gerakan tanah) yang disajikan kepada masyarakat secara kuasi-realtime dan interaktif. Sistem ini dibangun dan dikembangkan secara mandiri oleh PNS Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sejak tahun 2015 dengan menggunakan teknologi terkini berbasis open-source.
MAGMA Indonesia meliputi aplikasi yang digunakan secara internal/pegawai (analisis data dan pelaporan) maupun eksternal/publik (informasi dan rekomendasi). Prinsip utama MAGMA Indonesia adalah mengubah data menjadi informasi dan rekomendasi yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. MAGMA Indonesia adalah sistem yang terus belajar dan berevolusi, fitur-fitur baru akan lahir disesuaikan dengan kebutuhan jaman. Diharapkan bahwa seluruh informasi kebencanaan geologi nantinya dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah melalui satu jendela (single-window). Hal ini merupakan manifestasi hadirnya negara secara aktif di tengah-tengah masyarakat dalam upaya mitigasi bencana geologi di Indonesia.
Pelayanan publik yang disajikan MAGMA Indonesia PVMBG saat ini terdiri dari:
1. Gunungapi :: (a) Informasi data pengamatan visual dan instrumental, tingkat aktivitas (status), dan rekomendasi gunungapi (Volcanic Activity Report/VAR), (b) Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunungapi, maupun (c) Informasi abu vulkanik gunungapi untuk keselamatan penerbangan (Volcano Observatory Notice for Aviation/VONA).
2. Gempabumi dan Tsunami :: (a) Informasi kejadian dan tanggapan gempabumi beserta analisis dan rekomendasinya, dan (b) Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempabumi.
3. Gerakan Tanah :: (a) Informasi kejadian dan tanggapan gerakan tanah beserta analisis dan rekomendasinya, dan (b) Peta Potensi maupun Zona Kerentanan Gerakan Tanah.
4. Press Release :: Informasi periodik mengenai kejadian spesifik maupun kegiatan koordinasi, sosialisasi, dan mitigasi bencana geologi lainnya.
5. Lapor Bencana :: Media pelaporan kejadian bencana geologi bagi masyarakat, pemda, maupun lainnya di sekitar wilayah bencana (Society Reporting System/SRS)
System informasi ini dapat di akses melalui website https://magma.vsi.esdm.go.id/# dan pada aplikasi Magma Indonesia di Play Store.
Tampilan Website Magma Indonesia
Tampilan Aplikasi Magma Indonesia
Apakah kalian sudah mengunduh aplikasi-aplikasi tersebut? Semoga bermanfaat. /sint/
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat yang merupakan salah satu peran penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketidakjelasan kapan waktu pandemi covid akan berakhir berpotensi mengganggu ketersediaan, stabilitas, dan akses pangan. Hal ini yang dikhawatirkan akan dialami Indonesia selama negara kita masih mengalami pandemi. Oleh karena itu, sejak awal pandemi pemerintah Indonesia sudah gencar mencanangkan program ketahanan pangan mandiri. Ketahanan pangan menurut UU no 18/2012 memiliki pengertian sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Pemanfaatan lahan pekarangan menjadi pertanian terpadu dan hidroponik yang dikelola oleh Karangtaruna dusun Sukorame
Yayasan SHEEP Indonesia melalui BRC II untuk wilayah Yogyakarta memiliki salah satu program yang berkaitan dengan ketahanan pangan dan turut serta membantu program yang sedang dikampanyekan oleh pemerintah yaitu program pemanfaatan lahan pekarangan. Program ini sudah dilakukan di dua desa dari tiga desa binaan YSI wilayah Yogyakarta yaitu desa mangunan dan desa bejiharjo. Program pemanfaatan lahan pekarangan adalah program yang memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang kurang produktif menjadi lebih produktif dan bisa dimanfaatkan untuk kehidupan tingkat keluarga atau lingkungan sekitar. Program pemanfaatan lahan pekarangan ini memiliki dua jenis kegiatan yang terfokuskan yaitu budidaya lele menggunakan ember dan basebeton serta penanaman bibit sayur menggunakan polibag. Kedua kegiatan ini memiliki beberapa tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat penerima manfaat, tujuan tersebut antara lain untuk pemenuhan gizi anggota keluarga, mengurangi pengeluaran biaya belanja dan peningkatan ekonomi keluarga, mengoptimalkan ahan pekarangan rumah yang belum produktif, dan sebagai ketahanan pangan keluarga terkait ketersediaan pangan.
Sayuran berupa tomat, cabe dan terong yang ditanam dalam polybag di pekarangan rumah dan juga budidaya lele menggunakan basebeton.
Program pemanfaatan lahan pekarangan sudah berjalan kurang lebih 3 bulan di Mangunan dan di beberapa dusun program budidaya lele dilakukan secara kelompok dan individu. Menurut Pak Samidi kepala dukuh Kanigoro mengatakan bahwa Program pemanfaatan lahan pekarangan ini memberikan ilmu bahwa pekarangan tidak produktif menjadi bisa digunakan serta mendapatkan bahan pangan dari lahan rumah tanpa harus ke warung dan mengeluarkan uang, selain itu pemenuhan lauk untuk keluarga dan warga sekitar bisa terpenuhi. Manfaat dari pemanfaatan lahan pekarangan juga dirasakan oleh Ibu Tuti dari dusun Lemahabang yang mengatakan bahwa pemanfaatan lahan pekarangan ini bermanfaat untuk menanam sayur, tanaman obat keluarga dan beberapa palawija sehingga dapat mengurangi sifat konsumtif warga untuk berbelanja di warung, selain itu mengurangi interaksi warga berkerumun ketika belanja di warung. Program pemanfaatan lahan pekarangan memberi banyak manfaat untuk warga desa Mangunan di tengah masa pandemi saat ini. Semoga kedepannya program ini bisa berkelanjutan dan setiap rumah memiliki kesadaran untuk memanfaatkan lahan pekarangannya sehingga lahan pekarangan menjadi lebih produktif dan bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan dan ketahanan pangan tingkat keluarga.(/ajeng/)
Hasil pembibitan lele dengan menggunakan basebeton setelah berapa minggu di budidayakan
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam sayuran seperti terong menggunakan polibag di dusun Kanigoro
Kamis, 5 November 2020 tepatnya pukul 12.00 Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengeluarkan peringatan peningkatan status aktivitas Gunung Merapi dari Waspada (level II) menjadi ke Siaga (level III) yang ditujukan kepada Kepala BNPB, Gubernur Jawa Tengah dan DIY, Bupati Magelang, Klaten, Boyolali, dan Sleman. Surat ini di keluarkan berdasarkan evaluasi yang dilakukan BPPTKG terhadap pemantauan aktivitas Gunung Merapi yang bisa berlanjut ke erupsi yang membahayakan penduduk di sekitar lereng Merapi. Wilayah prakiraan bahaya yang di tetapkan meliputi dua provinsi, empat kabupaten dan 12 Desa di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Pada waktu bersamaan Bupati Sleman juga mengeluarkan keputusan Status Tanggap Darurat Bencana Gunung Api hingga 30 November 2020 dan diperpanjang dengan surat Keputusan Bupati Sleman No 84.6/Kep.KDH/A/2020 hingga 31 Desember 2020. Surat ini kemudian di jadikan dasar untuk melakukan langkah-langkah tanggap darurat bencana Gunung Api. Di Sleman Yogyakarta, ada 3 desa yang masuk dalam zona bahaya yaitu Desa Glagaharjo, Kepuharjo dan Umbulharjo.
Argomulyo merupakan salah satu desa di kecamatan Cangkringan yang pada 2010 terdampak erupsi Merapi. Argomulyo juga merupakan desa Dampingan YSI sejak tahun 2010. Pada erupsi 2010, setidaknya 80 orang meninggal akibat erupsi merapi dan satu dusun harus relokasi ke tempat yang lebih aman. Walaupun Argomulyo untuk sekarang ini tidak termasuk zona bahaya erupsi Merapi, Argomulyo tetap siaga mempersiapkan warga dan tempat untuk pengungsian. Hal ini dikarenakan Desa Argomulyo merupakan Sister Village untuk Desa Glagaharjo.
Sister Village atau Desa Saudara merupakan bentuk Kerjasama dalam konteks krisis bencana Gunung Api Merapi. Jika terjadi bencana di satu desa maka desa lain berfungsi untuk membantu penduduk desa yang terkena bencana, misalnya dalam penyediaan tempat pengungsian dan membantu proses evakuasi. Seperti desa Argomulyo dan Desa Glagaharjo, dimana desa Argomulyo menyiapkan tempat pengungsian bagi warga Desa Glagaharjo. Kesepakatan tersebut sudah tertuang dalam MoU yang dilakukan oleh kedua desa.
Pada dasarnya dalam mengurangi risiko akibat bencana, keberadaan sister village ini penting. Desa penyangga di wilayah rawan bencana berperan sebagai tempat mengungsi yang lebih aman. Dengan adanya sister village diharapkan pengungsi lebih terarah harus kemana mereka menyelamatkan diri saat Merapi erupsi. Tempat pengungsiannya pun bisa disiapkan sesuai kapasitas. Harapannya di wilayah lain juga dikembangkan upaya mitigasi ini, terutama di wilayah rawan bencana erupsi gunung api atau wilayah rawan tsunami.
Gambar: Peta Alur Sister Village di DIY untuk ancaman Erupsi Merapi